Selamat Datang di Website ini dengan senang hati

Jumat, 29 Juni 2012

Asal Usul Marga Lubis


ASAL USUL MARGA LUBIS
Selama berabad-abad lamanya dan sampai sekarang masyarakat Mandailing mempercayai bahawa Namora Pande Bosi adalah nenek moyang orang-orang Mandailing yang bermarga Lubis.
            Menurut legendanya, Namora Pande Bosi berasal dari Bugis di Sulawesi Selatan. adalah seorang bangsawan Bugis bernama Daeng Malela, bergelar Angin Bugis,Dalam pengembaraannya dia sampai ke satu tempat yang bernama Sigalangan Mandailing Natal. yang mengembara dengan membawa seekor Ayam jago.
Daeng Malela disambut oleh seorang raja bermarga Dalimunte, dan mendapatkan kehormatan untuk tinggal di kerajaan tersebut. Oleh karena di saat itu masih sering terjadi perang antar kerajaan atau perang antar marga, maka Daeng Malela menawarkan jasa untuk membalas budi baik sang raja. Entah dari mana asal keahliannya, Daeng Malela menawarkan untuk membuatkan senjata yang handal untuk pasukan kerajaan, karena saat itu tidak ada pandai besi yang cakap dan senjata yang beredar di kerajaan pun kurang.
Daeng Malela minta disediakan sebatang besi dan sejumlah takar atau batok kelapa sebagai bahan bakar tungku. Setelah besi dibakar hingga membara, maka Daeng Malela menempah besi tersebut menjadi sebilah pisau hanya dengan kedua belah tangannya. Konon pisau tersebut hingga sekarang masih ada, dengan cap jari-jemari Daeng Malela tertera di bilah pisau tersebut.
Maka Kerajaan Dalimunte pun beroleh kemenangan dengan senjata-senjata tempahan Daeng Malela. Oleh jasanya tersebut, Daeng Malela pun beroleh kehormatan, diangkat menjadi pandai besi kerajaan dengan gelar Namora Pande Bosi, artinya Pandai Besi Yang Terhormat, bahkan dinikahkan pula dengan putri raja yang bernma Putri Dalimunte naparila,artinya Putri dalimunte yang pemalu.dari istri ini lahir lah sepasang anak kembar yang bernama Sultan Bugis dan Sultan Borayun.
Suatu ketika, Putri dalimunte meminta Namora Pande Bosi untuk membawa burung yang di tembak di atas air.Namora Pande Bosi pun pergi menyumpit burung di tengah hutan dan seekor burung yang sedang berdiri di atas air berhasil di tembak nya.Kemudian,Burung itu di ambil oleh gadis cantik dari orang Bunian/makhluk halus yang bertubuh kasar/berwujud manusia. Namora Pande Bosi begitu terpesona melihat gadis itu,Gadis cantik itu meminta agar Namora Pande Bosi menikahinya. Namora Pande Bosi pun menurutinya. Pernikahan tersebut disembunyikannya agar tidak diketahui sang raja.
            Kerajaan Hatongga menjadi heboh, raja memerintahkan semua orang untuk mencari Namora Pande Bosi. Terakhir gong sakti dipukul (dibunyikan) Namora Pande Besi sadar, dan dia kembali pulang menemui istrinya dengan membawa keris tidak bersarung lagi.
            Di negeri bunian, Istri kedua Namora Pande Bosi melahirkan anak kembar diberi diberi nama Si Langkitang dan Si Baitang. Setelah besar, kedua anak ini pergi mencari ayahnya sesuai dengan petunjuk ibunya, dan ternyata impian mereka terkabul. Keluarga Namora Pande Bosi menerima kedua anak itu sebagai anggota keluarga, sama seperti anaknya kandung.
            Suatu ketika terjadi perkelahian antara Sultan Bugis dengan Si Langkitang, gara-gara berebut putri paman, yang akhirnya dimenangkan oleh Si Langkitang. Karena mereka saling berkelahi, maka sang ibu membela anak kandungnya, sang ibu menyuruh si Langkitang dan si Baitang pergi. Kedua anak itu pergi, dan mereka sampai di Singengu.
            Singengu adalah daerah pegunungan yang tinggi dari apabila menatap dari puncaknya, masih tampak Lobu Hatongga. Di sana dengan suara yang keras si Langkitang bersumpah agar keluarga Namora Pande Bosi di Lobu Hatongga akan punah.
Namora Pande Bosi menyuruh anaknya Si Langkitang dan Si Baitang meninggalkan Hatongga. Sebelum berpisah, Namora Pande Bosi menyerahkan seekor ayam kepada kedua putranya tersebut, dengan pesan agar dalam perjalanan mereka, hendaknya ayam tersebut dilepaskan dan di mana ayam tersebut berhenti, agar didirikan perkampungan.
            Namora pande bosi menyuruh Baitang dan Langkitang (keluarga beserta rombongannya) untuk membuka huta baru ke suatu tempat, di mana terdapat pertemuan (partomuan) dua sungai yang mengalir dari dua arah yang tepat bertentangan (dalam bahasa Mandailing dinamakan Muara Patontang) di situlah mereka membuka tempat pemukiman baru yang baik.
            Setelah lama mengembara akhirnya Baitang dan Langkitang ((keluarga beserta rombongannya) menemukan Muara Patontang Dan Muara Partomuan, lantas mereka membuka pemukiman baru di tempat itu di dua sungai yang bertentangan muaranya, pada Aek Batang Gadis yaitu: Aek Singengu dan Aek Singangir yang mereka namai Huta Nopan untuk mengenang tempat asal ibunda mereka. (Baitang & Langkitang).
            Baitang melanjutkan perjalanannya sampai ke Hulu sesuai dengan amanat Namora Pande Bosi Partemuan dua sungai yaitu: antara Aek Batang Gadis dengan Aek Batang Pungkut kemudian mendirikan pemukiman baru dinamai Muara Partomuan (Lubis Partomuan), dimana Baitang mendirikan Pemukiman pertama yang sekarang bernama Muara Pungkut. Baitang memiliki ketangguhan atau ketangkasan yang luar biasa, karena itu digelari orang “ Lubis Singasoro atau Singa Menerkam, (karena ada peristiwa dimana sekelompok orang-orang yang sedang mendulang emas mengeroyok Baitang untuk mencelakainya, namun Baitang dapat menaklukan semuanya dan menjadikan hambanya).
            Tidak lama setelah ditinggalkan anaknya Baitang dan Langkitang, Namora Pande Bosi meninggal dunia dan dimakamkan di Hatongga. Semua keturunan Baitang dan Langkitang yang menyebar di seluruh tanah Mandailing Julu terutama dan di tempat-tempat lain dikenali sebagai orang-orang Mandailing yang bermarga Lubis.
            Mandailing Julu mempunyai enam (6) Raja Panusunan, yang terdiri dari :
·         Lubis Si Baitang menurunkan Lubis yang menjadi Raja Panusunan di kawasan:
· Tamiang.
· Manambin.
· Pakantan.
·         Lubis Si Langkitang menurunkan Lubis yang menjadi Raja Panusunan di kawasan:
· Singengu.
· Sayur Maincat.
· Tambangan.
            Kawasan Mandailing Julu (Hulu) berarti Kawasan Mandailing yang berada di bahagian hulu sungai Batang Gadis yang melintasi wilayah Mandailing hulu sampai ke hilir.
Terdapat beberapa daerah yang berkaitan dengan sejarah marga Lubis, antara lain Kota nopan yang namanya berasal dari kata huta panopaan (kampung tempat penempaan/menempah besi), Muara Patontang yang namanya berasal dari muara sungai yang saling bertentangan (patontang: saling menentang), yaitu salah satu tempat ayam mereka berhenti, dan Muara Soro, tempat akhirnya sang ayam dimangsa singa, hingga Lubis yang berasal dari Muara Soro sering dijuluki Lubis Singa Soro. Begitupun, tempat yang dianggap sebagai cikal-bakal marga Lubis adalah Singengu, barangkali karena di Singengulah terdapat bagas godang (rumah adat) marga Lubis sekaligus tempat menyimpan tarombo (silsilah) marga Lubis.
Adapun kata lubis sendiri konon berasal dari kata bugis. Entah mengapa bisa sedemikian jauhnya berubah, barangkali saja orang Mandailing jaman dahulu terlampau acap mengunyah sirih hingga lidahnya bebal. Dari Bugis jadi LUBIS