BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat
adalah merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat mendasar, sehingga semua
disiplin ilmu yang lain akan membutuhkan pijakan filsafat. Dengan demikian,
kajian ilmiah yang terdapat dalam ilmu pengetahuan akan ditemukan hakikat,
seluk beluk, dan sumber pengetahuan yang mendasarinya. Kita akan menemukan
filsafat bersarang dimana – mana. Dalam ilmu pendidikan ada filsafat
pendidikan, Dalam agama ada filsafat agama, sebagaimana dalam Islam ada
filsafat Islam, dalam hukum ada filsafat hukum, dalam sejarah ada filsafat
sejarah, dalam sosiologi ada pula filsafat social, dalam politik ada filsafat
politik, dan dalam kehidupan sehari – hari pun ada filsafat kehidupan.
Pada
dasarnya, filsafat mengajarkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan manusia sesuai
dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk social, dan makhluk tuhan
yang untuk diaplikasikan dalam hidup.
Secara
umum, studi filsafat bertujuan untuk menjadikan manusia yang susila. Orang yang
susila dianggap sebagai ahli filsafat, ahli hidup, dan orang yang bijaksana.
Sementara itu, tujuan khususnya adalah menjadikan manusia berilmu. Dalam hal
ini ahli filsafat dipandang sebagai orang yang ahli dalam bidang ilmu
pengetahuan yang selalu mencari kenyataan kebenaran dari semua problem pokok
keilmuan.
Untuk
lebih mengetahui bagaimana karakteristik berfilsafat, cirri khas, dan
sistematika filsafat, maka dalam makalah ini kami memuat dan mengulas
pembahasan tersebut dengan mengacu kepada sumber – sumber yang berkaitan dengan
filsafat umum sebagai rujukan.
BAB II
KARAKTERISTIK
FILSAFAT
Untuk
mengetahui dan mengenal filsafat lebih jauh, maka kita harus mengetahui
karakter filsafat yang dirumuskan pada empat macam. Yaitu:
A. SKEPTISIS
Skeptisis adalah sikap keragu – raguan terhadap suatu
kebenaran sebelum memperoleh argumen yang kuat terhadap kebenaran tersebut. Dan
sikap skeptisis ini dapat dikelompokkan
kepada tiga bagian, yaitu:
Pertama
Bersifat
gradusi. Yaitu sikap ragu yang naik menjadi yakin.
Kedua
Bersifat
degradasi. Yaitu sikap yakin yang turun menjadi ragu.
Ketiga
Bersifat
bertahan. Yaitu tetap pada posisi semula.
Skeptisisme
yang dimaksud dalam filsafat ialah didalam bentuk yang pertama, yaitu graduasi.
Rene Descartes yang merupakan salah seorang tokoh filsafat dipandang sebagai figur, dengan ucapannya, “cogito
ergo sum” (saya berfikir maka saya ada). Kemudian Descartes menganjurkan
agar setiap konsep / kebenaran, walau telah diketahui kebenarannya tetapi harus
diragukan terlebih dahulu sebelum memperoleh argumentasi yang kuat terhadap
kebenaran tersebut.
Oleh
karena itulah sikap skeptisisme Descartes bersifat metodologis, yaitu
secara metode, segala sesuatu harus diragukan terlebih dahulu untuk menganalisanya
lebih dalam, sehingga memperoleh argumentasi tentang kebenaran sesuatu.
Dalam
kaitannya dengan agama, skeptisisme memiliki makana eksklusif , yaitu bukan
meragukan kebenaran ajaran agama. Karena hal itu bertentangan dengan ajaran
agama sendiri,[1]
melainkan meragukan kemampuan manusia dalam memperoleh kebenaran tersebut.
Dengan kata lain, adanya kebenaran tidak diragukan, yang diragukan ialah
kemampuan memperoleh kebenaran tersebut.
B. KOMUNALISME
Komunalisme berasal dari kata komunal
yang berarti umum. Maksudnya ialah hasil pemikiran filsafat adalah milik
masyarakat umum. Tidak memandang ras, kelas ekonomi, dan lain – lain. Misalnya,
hasil pemikiran Yunani bisa dimanfaatkan oleh orang Asia, Eropa, Afrika, dan
lain – lainnya. Terlepas dari sesuai atau tidaknya pemikiran tersebut dengan situasi dan kondisi dimana filsafat
itu dipraktikkan.
C.
DESINTRESTEDNES
Berasal dari kata interest
yang berarti kepentingan, kemudian diberi awalan dis yang berarti tidak.
Disinterestedness berarti suatu kegiatan (aktifitas) kefilsafatan tidak
dimotivasi dan tidak bertujuan untuk kepentingan tertentu.
Jadi, seorang filsuf adalah seorang pemikir bebas, sesuai apa
adanya bukan bagaimana seharusnya. Disinilah keberadaan seorang filsuf diuji.
Ia bertugas “menjelaskan dunia” atau bahkan “merubah dunia”. Dengan kata lain,
filsuf tidak berada pada status
mempertahankan, melainkan menjelaskan dan merobahnya kepada kondisi ideal.
Inilah pengertian filsafat sebagaimana yang dikemukakan oleh Radhakrisnan,
seorang filsuf India:
“It’s task
of philosophy not merely to reflect the spirit of the in which but to lead it
forward”
( tugas filsafat bukan sekedar mencerminkan
semangat masa dimana kita hidup, melainkan membimbingnya untuk maju ).[2]
Kemudian dalam ungkapan yang lain,
Karl Marx member tugas filsuf untuk
merubah dunia. Seperti dalam ungkapannya:
“The philosopher
have only interpered the world in
differen way, but howefer is to change it”
(tugas seorang
filsuf tidak hanya sekedar menjelaskan dunia, melainkan sekaligus merubahnya).[3]
D.
UNIVERSALISME
Istilah universalisme berasal dari
kata universal yang berarti menyeluruh. Yaitu berfilsafat adalah hak seluruh
ummat manusia secara umum. Perbedaanya dengan komunalisme ialah pada isinya.
Jika komunalisme mengandung makna bahwa isi / hasil temuan filsafat menjadi
milik semua ummat manusia kapan dan dimana saja. Sedangkan universalisme
berbicara dari segi hak.. yaitu semua manusia berhak melakukan kajian filsafat.
Keempat
karakter ini dapat disimpulkan dengan untaian kata berikut:
“Tanah tak
bertuan, Bumi tak berbatas, laut tak berdalam, dan samudera tak bertepi”.[4]
Dengan menerapkan karakter ini,
seorang filsuf akan melahirkan sikap keutamaan dalam dirinya berupa kebijakan
kedalam pemahaman dan kepuasan.[5]
BAB III
CIRI
KHAS FILSAFAT
Menurut
Clarence I. Lewis,
seorang ahli logika mengatakan
bahwa filsafat itu sesungguhnya merupakan suatu proses dari bekerjanya akal.[6]
Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses tersebut ialah berbagai kegiatan /
problema kehidupan manusia. Tidak semua kegiatan atau problema hidup tersebut
dikatakan sampai pada derajat pemikiran filsafat, tetapi dalam kegiatan atau
problem yang terdapat beberapa ciri yang dapat mencapai derajat pemikiran
filsafat adalah sebagai berikut:
1. Umum
Pemikiran filsafat mempunyai
kecenderungan sangat umum dan tingkat keumumaqnnya sangat tinggi.[7]
Karena pemikiran filsafat tidak bersangkutan dengan objek – objek khusus,
akantetapi bersangkutan dengan konsep – konsep yang sifatnya umum. Misalnya
tentang manusia, tentang keadilan, tentang kebebasan, dan lain – lain.
2. Tidak faktual
Kata lainnya ialah spekulatif.
Maksudnya filsafat itu membuat dugaan – dugaan yang masuk akal mengenai sesuatu
dengan tidak berdasarkan pada bukti. Hal ini sebagai suatu hal yang melampaui
tapal batas dari fakta – fakta pengetahuan ilmiah. Jawaban yang didapat dari
dugaan – dugaan tersebut sifatnya juga spekulatif. Hal ini bukan berarti bahwa
pemikiran filsafat itu tidak ilmiah, akan tetapi pemikiran filsafat itu tidak
termasuk dalam lingkupn kiwenangan ilmu khusus.
3. Berkaitan
dengan nilai
C. J. Ducasse mengatakan bahwa
filsafat merupakan usaha untuk mencari pengetahuan berupa fakta – fakta yang
disebut penilaian. Yang dibicarakan dalam penilaian adalah tentang baik buruk,
dan akhirnya filsafat filsafat sebagai suatu usaha untuk mempertahankan nilai.
Selanjutnya, Ducasse menyatakan bahwa tugas filsafat dewasa ini memberikan
patokan – patokan dan membicarakan persoalan – persoalan moral yang disajikan
pada manusia oleh lingkungan sosialnya.[8]
The Liang Gie menyatakan, “kata
nilai dalam etika tradisional diartikan sebagai baik dan buruk. Secara luas,
nilai adalah cita – cita dan cita – cita yang mutlak terkenal dalam
filsafat adalah hal yang benar, hal yang
baik, dan hal yang indah.[9]
4. Berkaitan
dengan arti
Seperti telah diuraikan sebelumnya,
nilai selalu dipertahankan dan dicari. Sesuatu yang bernilai tentu di dalamnya
penuh dengan arti. Agar para filosof dalam mengungkapkan ide – idenya penuh
dengan arti, maka para filosof harus dapat menciptakan kalimat – kalimat yang
logis dan bahasa ilmiah yang tepat. Yang itu semua berguna untuk menghindari
kesalahan fikir ataupun sesat dalam pemikirannya.
5. Implikatif
Pemikiran filsafat yang baik dan
terpilih selalu mengandung implikasi (akubat yang logis). Dari implikasi
tersebut diharapkan akan mampu melahirkan pemikiran baru sehingga akan jadi
proses pemikiran yang dinamis. Dan pola pemikiran yang implikatif ini dapat
menyuburkan intelektual.
BAB IV
SISTEMATIKA
FILSAFAT
Ditinjau dari sejarahnya, pemikiran
filsafat berawal dari mitologi ataupun mitos. Sebelum filsafat lahir dan
berkembang pesat, di Yunani telah berkembang berbagai mitos. Bahkan, filsafat
pertama kali dikembangkan melalui jalan mitologis. Mitos – mitos yang
berkembang merupakan metode yang dijadikan cara untuk memahami segala sesuatu
yang ada. Berbagai pertanyaan atas ketidaktahuan dan rasa penasaran tentang
jagad raya dan isinya ini hanya bisa dijawab dengan mitos. Seperti mengapa tiba
– tiba bumi bisa gelap, dan tiba – tiba pula bisa terang kembali? Sebelum
ditemukan jawaban yang ilmiah, manusia hanya bisa menjawab dengan mitos. Yaitu
bumi gelap ketika berada dalam genggaman raksasa yang sedang marah, sehingga
manusia harus meredakan kemarahannya dengan sesajen.
Kemudian
khayalan – khayalan mitos itu berubah menjadi keyakinan yang selanjutnya
menjadi pemahaman normatif tentang setiap keberadaan dan kekuatan yang ada didalamnya.
Seperti diantara orangtua kita pun pernah menceritakan bahwa anak kecil tidak
boleh keluar rumah ketika sore menjelang magrib. Jika si anak melanggar
larangan tersebut, maka ia akan dibawa oleh wewe gombel atau kolong
wewe. Juga seperti larangan memotong kuku di malamm hari, karena nanti akan
diterkam harimau. Dan mitos – mitos lainnya yang berkembang dimasyarakat.[10]
Kegiatan
berfikir atau kegiatan kefilsafatan sesungguhnya berupa ‘perenungan’.
Perenungan tersebut untuk untuk menyusun suatu bagan yang konseptional, tidak
boleh memuat pernyataan – pernyataan yang kontradiktif, hubungan bagian yang
satu dengan yang lainnya harus logis, dan harus mampu member penjelasan tentang
pandangan dunia. Dengan kata lain, kefilsafatan berarti bagaimana seorang ahli
fikir memulai bekerja, proses bekerjanya sampai pada suatu kesimpulan. Adapun
sistem kerja filsafat ialah:
1. Analisis
Pengertian analisis dalam kegiatan
filsafat adalah rincian istilah – istilah atau pernyataan – pernyataan dalam
bagian – bagiannya sehingga kita dapat melakukan pemeriksaan atas makna yang
terkandung. Berikut kami berikan perumpamaan sebagai contoh nyata:
- Apakah sebuah meja itu sesuatu yang nyata?
- Apakah impian itu sesuatu
yang nyata?
Maksud
analisis ialah melakukan pemeriksaan secara konseptional terhadap makna dan
istilah yang kita pergunakan dalam pernyataan yang kita buat. Dengan analisis,
kita memperoleh makna yang baru dan menguji istilah – istilah dengan berbagai
contoh.
2. Sintesis
Sintesis sebagai upaya mencari
kesatuan didalam keragaman. Maksudnya, mengumpulkan suatu pengetahuan yang
dapat diperoleh. Karena dalam menyusun sistem pemikiran seorang filosof
mendasarkan pemikirannya pada sejumlah besar yang dicari. Lebih banyak
keterangan yang diperoleh, hasilnya akan
lebih baik dan lebih akurat.
Logika adalah ilmu pengetahuan
tentang penyimpulan yang lurus serta
menguraikan tentang aturan – aturan ataupun cara – cara mencapai kesimpula dari
premis – premis. Logika induksi membicarakan penarikan kesimpulan bukan dari
pernyataan yang umum, melainkan dari pernyataan yang khusus. Sedangkan logika
deduksi membicarakan cara untuk mencapai suatu kesimpulan dengan terlebih
dahulu mengajukan pernyataan mengenai semua dari antara suatu kelompok barang
tertentu.
Metode dalam berfilsafat dilakukan
sebagai jalan berfikir dalam bidang keilmuan. Metode dalam bidang filsafat
adalah sebagai berikut:
a. Metode
kritis
yaitu dengan menganalisis istilah
dan pendapat dengan mengajukan pertanyaan secara terus – menerus sampai pada
hakikat yang ditanyakan.
b. Metode
intuitif
yaitu dengan melakukan introspeksi
menggunakan simbol – simbol.
c. Metode
analisis abstraksi
yaitu dengan jalan memisahkan atau
menganalisis di dalam angan – angan (dalam fikiran) hingga sampai pada hakikat
(ditemukannya jawaban).
BAB V
KESIMPULAN
Karakteristik filsafat dirumuskan
menjadi empat macam, yakni:
1.
Skeptisis
2.
Komunalisme
3. Disintrestednes
4.
Universalisme
Adapun ciri –ciri filsafat ialah:
1.
Bersifat umum
2.
Tidak factual
3.
Berkaitan dengan nilai
4.
Berkaitan dengan arti
5.
Implikatif
Adapun
sistematika filsafat, ditinjau dari sejarahnya, pemikiran filsafat berawal dari
mitologi ataupun mitos. Sebelum filsafat lahir dan berkembang pesat, di Yunani
telah berkembang berbagai mitos. Bahkan, filsafat pertama kali dikembangkan
melalui jalan mitologis. Mitos – mitos yang berkembang merupakan metode yang
dijadikan cara untuk memahami segala sesuatu yang ada. Berbagai pertanyaan atas
ketidaktahuan dan rasa penasaran tentang jagad raya dan isinya ini hanya bisa
dijawab dengan mitos. Seperti mengapa tiba – tiba bumi bisa gelap, dan tiba –
tiba pula bisa terang kembali? Sebelum ditemukan jawaban yang ilmiah, manusia
hanya bisa menjawab dengan mitos. Yaitu bumi gelap ketika berada dalam
genggaman raksasa yang sedang marah, sehingga manusia harus meredakan
kemarahannya dengan sesajen. Kemudian khayalan – khayalan mitos itu berubah
menjadi keyakinan yang selanjutnya menjadi pemahaman normatif tentang setiap
keberadaan dan kekuatan yang ada didalamnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum, Penerbit
Ciptapustaka Media, Bandung, 2005.
Harry Hamersma, Tokoh – Tokoh Filsafat Barat Modern,
Penerbit Gramedia, Jakarta, 1984.
Dick Hartoko, Kamus Populer Filsafat, Rajawali Press,
Jakarta, 1986.
C. I. Lewis, Mind
and The World Order, Cet. 1929.
Curt John Ducasse, Philosophi as a Science, Cet. 1941.
The Liang Gie, Suatu Konsepsi Kearah Penertiban Bidang Filsafat,
Karya Kencana, Yogyakarta, 1997.
Drs. Atang Abdul Hakim M.A. dan Drs. Beni Ahmad Saebani M.Si, Filsafat
Umum Dari Metologi sampai Teofilosofi, Penerbit Pustaka Setia, Bandung,
2008.
TENTANG PENULIS
1. Abdullah
Jamaluddin, dilahirkan oleh pasangan suami istri bernama Jamaluddin Al-Batahany
dan Misrawaty di kota Medan, 21 tahun silam, tepatnya pada tanggal 9 oktober
1991. Mengawali pendidikannya di TK Dzul Fikar (Medan) selama satu tahun,
kemudian melanjutkan ke SD Muhammadiyah 23 (Medan) selama 6 tahun, kemudian
melanjutkan kembali ke Pondok Pesantren As-Sunnah (Makassar) selama 3 tahun,
dan setelah itu kembali melanjutkan pendidikan secara non formal di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Al-Manar (Medan) selama 2 tahun, kemudian
kembali mengikuti pendidikan formal di SMA Cerdas Murni (Medan) selama 3 tahun.
Setelah menamatkan SMA, penulis melanjutkan pendidikannya di Fakultas
Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Internasional, IAIN-SU sejak tahun 2011 hingga
sekarang. Penulis sekarang menetap di Jl. Datuk Kabu Gg. Harapan No.3 Medan.
Motto: “Hari ini Harus lebih baik dari hari kemarin, dan Hari esok harus lebih
cerah dari hari ini”.
2. Abdul Rahim,
lahir di Negeri Lama, Labuhan Batu pada 21 tahun silam, yaitu pada tanggal 6 Oktober 1991. Pendidikan dimulai di SDN
Negeri Lama (Labuhan Batu), kemudian melanjutkan ke Pondok Pesantren Darul
Arafah (Medan) pada tingkat Tsanawiyah hingga Aliyah. Setelah menamatkan
Aliyahnya, penulis melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ushuluddin Jurusan
Tafsir Hadis Internasional, IAIN-SU sejak tahun 2011 hingga sekarang. Penulis
sekarang menetap di Jl. Denai Gg. Hasan No. 4 Medan. Motto : “Sesungguhnya
Hidayah Allah itu sangatlah mahal dan Berharga, maka dari itu janganlah menyia-nyiakan
Hidayah-Nya”.
3. Ahmad Saiful
Lubis, lahir di Simpang Gambir, Mandailing Natal 22 tahun silam. Tepatnya pada
tanggal 13 Januari 1990. Memulai pendidikannya di Madrasah Ibtida’iyah (MIN)
Simpang Gambir (Mandailing Natal), kemudian melanjutkan pendidikannya untuk
tingkat Tsanawiyah dan Aliyah di Pondok Pesantren Darul ‘Ulum (Mandailing
Natal), Setelah menamatkan Aliyahnya, penulis melanjutkan pendidikannya di
Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Internasional, IAIN-SU sejak tahun
2011 hingga sekarang. Sekarang penulis menetap di Jl. Letda Sujono Gg. Hasan
Basri Medan. Motto: “Berbuatlah dengan Sungguh – sungguh, karena madu tidak
akan diperoleh jika tidak ada kesungguhan dalam usaha untuk mencarinya”.
[1] Dalam Islam misalnya,
sikap meragukan ajaran agama sangat dilarang, karena bisa menyebabkan orang
ragu pada agamanya, bahkan kehulangan agamanya. Lihat Q.S. Al – Baqarah ayat 2.
[2] Dr. Hasan Bakti Nasution, Filsafat
Umum, Penerbit Ciptapustaka Media, Bandung, 2005, h. 27.
[3] Harry Hamersma, Tokoh –
Tokoh Filsafat Barat Modern, Penerbit Gramedia, Jakarta, 1984, h. 67.
[4] Hasan Bakti, ibid,
h. 28.
[5] Dick Hartoko, Kamus
Populer Filsafat, Rajawali Press, Jakarta, 1986, h. 32.
[6] C. I. Lewis, Mind and
The World Order, Cet. 1929.
[7] Menurut Herbert Spencer,
bahwa filsafat masih tepat untuk dipertahankan sebagai nama bagi pengetahuan
mengenai generalitas yang tingkatnya paling tinggi. Ini tercakup didalamnya
tuhan, alam, dan manusia dalam lingkupnya.
[8] Curt John Ducasse, Philosophi
as a Science, Cet. 1941.
[9] The Liang Gie, Suatu
Konsepsi Kearah Penertiban Bidang Filsafat, Karya Kencana, Yogyakarta,
1997, h. 67.
[10] Drs. Atang Abdul Hakim
M.A. dan Drs. Beni Ahmad Saebani M.Si, Filsafat Umum Dari Metologi sampai
Teofilosofi, Penerbit Pustaka Setia, Bandung, 2008, h. 40.
terimaksih telah membantu tugas saya
BalasHapusTolong dong Berikan Contoh dari masing-masing Karakteristik filsafat tersebut
BalasHapusCasino Finder (Android App) - JTG Hub
BalasHapusWith JTG's complete suite of tools and tools, including user-friendly search results and the ability to quickly 충청북도 출장마사지 see 통영 출장안마 the amount of 동해 출장마사지 free spins bonuses 제주 출장안마 up 남양주 출장마사지