Selamat Datang di Website ini dengan senang hati

Jumat, 12 Oktober 2012

Karakteristik Filsafat


BAB  I
PENDAHULUAN

Filsafat adalah merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat mendasar, sehingga semua disiplin ilmu yang lain akan membutuhkan pijakan filsafat. Dengan demikian, kajian ilmiah yang terdapat dalam ilmu pengetahuan akan ditemukan hakikat, seluk beluk, dan sumber pengetahuan yang mendasarinya. Kita akan menemukan filsafat bersarang dimana – mana. Dalam ilmu pendidikan ada filsafat pendidikan, Dalam agama ada filsafat agama, sebagaimana dalam Islam ada filsafat Islam, dalam hukum ada filsafat hukum, dalam sejarah ada filsafat sejarah, dalam sosiologi ada pula filsafat social, dalam politik ada filsafat politik, dan dalam kehidupan sehari – hari pun ada filsafat kehidupan.
Pada dasarnya, filsafat mengajarkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk social, dan makhluk tuhan yang untuk diaplikasikan dalam hidup.
Secara umum, studi filsafat bertujuan untuk menjadikan manusia yang susila. Orang yang susila dianggap sebagai ahli filsafat, ahli hidup, dan orang yang bijaksana. Sementara itu, tujuan khususnya adalah menjadikan manusia berilmu. Dalam hal ini ahli filsafat dipandang sebagai orang yang ahli dalam bidang ilmu pengetahuan yang selalu mencari kenyataan kebenaran dari semua problem pokok keilmuan.
Untuk lebih mengetahui bagaimana karakteristik berfilsafat, cirri khas, dan sistematika filsafat, maka dalam makalah ini kami memuat dan mengulas pembahasan tersebut dengan mengacu kepada sumber – sumber yang berkaitan dengan filsafat umum sebagai rujukan.








BAB  II
KARAKTERISTIK FILSAFAT

Untuk mengetahui dan mengenal filsafat lebih jauh, maka kita harus mengetahui karakter filsafat yang dirumuskan pada empat macam. Yaitu:
A. SKEPTISIS
Skeptisis  adalah sikap keragu – raguan terhadap suatu kebenaran sebelum memperoleh argumen yang kuat terhadap kebenaran tersebut. Dan sikap skeptisis ini dapat dikelompokkan  kepada tiga bagian, yaitu:
Pertama
Bersifat gradusi. Yaitu sikap ragu yang naik menjadi yakin.
Kedua
Bersifat degradasi. Yaitu sikap yakin yang turun menjadi ragu.
Ketiga
Bersifat bertahan. Yaitu tetap pada posisi semula.
Skeptisisme yang dimaksud dalam filsafat ialah didalam bentuk yang pertama, yaitu graduasi. Rene Descartes yang merupakan salah seorang tokoh filsafat dipandang  sebagai figur, dengan ucapannya, “cogito ergo sum” (saya berfikir maka saya ada). Kemudian Descartes menganjurkan agar setiap konsep / kebenaran, walau telah diketahui kebenarannya tetapi harus diragukan terlebih dahulu sebelum memperoleh argumentasi yang kuat terhadap kebenaran tersebut.
Oleh karena itulah sikap skeptisisme Descartes bersifat metodologis, yaitu secara metode, segala sesuatu harus diragukan terlebih dahulu untuk menganalisanya lebih dalam, sehingga memperoleh argumentasi tentang kebenaran sesuatu.
Dalam kaitannya dengan agama, skeptisisme memiliki makana eksklusif , yaitu bukan meragukan kebenaran ajaran agama. Karena hal itu bertentangan dengan ajaran agama sendiri,[1] melainkan meragukan kemampuan manusia dalam memperoleh kebenaran tersebut. Dengan kata lain, adanya kebenaran tidak diragukan, yang diragukan ialah kemampuan memperoleh kebenaran tersebut.
B. KOMUNALISME
            Komunalisme berasal dari kata komunal yang berarti umum. Maksudnya ialah hasil pemikiran filsafat adalah milik masyarakat umum. Tidak memandang ras, kelas ekonomi, dan lain – lain. Misalnya, hasil pemikiran Yunani bisa dimanfaatkan oleh orang Asia, Eropa, Afrika, dan lain – lainnya. Terlepas dari sesuai atau tidaknya pemikiran tersebut  dengan situasi dan kondisi dimana filsafat itu dipraktikkan.
C. DESINTRESTEDNES
            Berasal dari kata interest yang berarti kepentingan, kemudian diberi awalan dis yang berarti tidak. Disinterestedness berarti suatu kegiatan (aktifitas) kefilsafatan tidak dimotivasi dan tidak bertujuan untuk kepentingan tertentu.
            Jadi, seorang filsuf  adalah seorang pemikir bebas, sesuai apa adanya bukan bagaimana seharusnya. Disinilah keberadaan seorang filsuf diuji. Ia bertugas “menjelaskan dunia” atau bahkan “merubah dunia”. Dengan kata lain, filsuf  tidak berada pada status mempertahankan, melainkan menjelaskan dan merobahnya kepada kondisi ideal. Inilah pengertian filsafat sebagaimana yang dikemukakan oleh Radhakrisnan, seorang filsuf  India:
It’s task of philosophy not merely to reflect the spirit of the in which but to lead it forward
 ( tugas filsafat bukan sekedar mencerminkan semangat masa dimana kita hidup, melainkan membimbingnya untuk maju ).[2]
            Kemudian dalam ungkapan yang lain, Karl Marx member tugas filsuf  untuk merubah dunia. Seperti dalam ungkapannya:
The philosopher have only  interpered the world in differen way, but howefer is to change it
(tugas seorang filsuf tidak hanya sekedar menjelaskan dunia, melainkan sekaligus merubahnya).[3]
D. UNIVERSALISME
            Istilah universalisme berasal dari kata universal yang berarti menyeluruh. Yaitu berfilsafat adalah hak seluruh ummat manusia secara umum. Perbedaanya dengan komunalisme ialah pada isinya. Jika komunalisme mengandung makna bahwa isi / hasil temuan filsafat menjadi milik semua ummat manusia kapan dan dimana saja. Sedangkan universalisme berbicara dari segi hak.. yaitu semua manusia berhak melakukan kajian filsafat.
Keempat karakter ini dapat disimpulkan dengan untaian kata berikut:
Tanah tak bertuan, Bumi tak berbatas, laut tak berdalam, dan samudera tak bertepi”.[4]
            Dengan menerapkan karakter ini, seorang filsuf akan melahirkan sikap keutamaan dalam dirinya berupa kebijakan kedalam pemahaman dan kepuasan.[5]








BAB  III
CIRI KHAS FILSAFAT

          Menurut Clarence I. Lewis,  seorang ahli logika mengatakan bahwa filsafat itu sesungguhnya merupakan suatu proses dari bekerjanya akal.[6] Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses tersebut ialah berbagai kegiatan / problema kehidupan manusia. Tidak semua kegiatan atau problema hidup tersebut dikatakan sampai pada derajat pemikiran filsafat, tetapi dalam kegiatan atau problem yang terdapat beberapa ciri yang dapat mencapai derajat pemikiran filsafat adalah sebagai berikut:
1. Umum
            Pemikiran filsafat mempunyai kecenderungan sangat umum dan tingkat keumumaqnnya sangat tinggi.[7] Karena pemikiran filsafat tidak bersangkutan dengan objek – objek khusus, akantetapi bersangkutan dengan konsep – konsep yang sifatnya umum. Misalnya tentang manusia, tentang keadilan, tentang kebebasan, dan lain – lain.
2. Tidak faktual
            Kata lainnya ialah spekulatif. Maksudnya filsafat itu membuat dugaan – dugaan yang masuk akal mengenai sesuatu dengan tidak berdasarkan pada bukti. Hal ini sebagai suatu hal yang melampaui tapal batas dari fakta – fakta pengetahuan ilmiah. Jawaban yang didapat dari dugaan – dugaan tersebut sifatnya juga spekulatif. Hal ini bukan berarti bahwa pemikiran filsafat itu tidak ilmiah, akan tetapi pemikiran filsafat itu tidak termasuk dalam lingkupn kiwenangan ilmu khusus.
3. Berkaitan dengan nilai
            C. J. Ducasse mengatakan bahwa filsafat merupakan usaha untuk mencari pengetahuan berupa fakta – fakta yang disebut penilaian. Yang dibicarakan dalam penilaian adalah tentang baik buruk, dan akhirnya filsafat filsafat sebagai suatu usaha untuk mempertahankan nilai. Selanjutnya, Ducasse menyatakan bahwa tugas filsafat dewasa ini memberikan patokan – patokan dan membicarakan persoalan – persoalan moral yang disajikan pada manusia oleh lingkungan sosialnya.[8]
            The Liang Gie menyatakan, “kata nilai dalam etika tradisional diartikan sebagai baik dan buruk. Secara luas, nilai adalah cita – cita dan cita – cita yang mutlak terkenal dalam filsafat  adalah hal yang benar, hal yang baik, dan hal yang indah.[9]
4. Berkaitan dengan arti
            Seperti telah diuraikan sebelumnya, nilai selalu dipertahankan dan dicari. Sesuatu yang bernilai tentu di dalamnya penuh dengan arti. Agar para filosof dalam mengungkapkan ide – idenya penuh dengan arti, maka para filosof harus dapat menciptakan kalimat – kalimat yang logis dan bahasa ilmiah yang tepat. Yang itu semua berguna untuk menghindari kesalahan fikir ataupun sesat dalam pemikirannya.
5. Implikatif
            Pemikiran filsafat yang baik dan terpilih selalu mengandung implikasi (akubat yang logis). Dari implikasi tersebut diharapkan akan mampu melahirkan pemikiran baru sehingga akan jadi proses pemikiran yang dinamis. Dan pola pemikiran yang implikatif ini dapat menyuburkan intelektual.








BAB  IV
SISTEMATIKA FILSAFAT

            Ditinjau dari sejarahnya, pemikiran filsafat berawal dari mitologi ataupun mitos. Sebelum filsafat lahir dan berkembang pesat, di Yunani telah berkembang berbagai mitos. Bahkan, filsafat pertama kali dikembangkan melalui jalan mitologis. Mitos – mitos yang berkembang merupakan metode yang dijadikan cara untuk memahami segala sesuatu yang ada. Berbagai pertanyaan atas ketidaktahuan dan rasa penasaran tentang jagad raya dan isinya ini hanya bisa dijawab dengan mitos. Seperti mengapa tiba – tiba bumi bisa gelap, dan tiba – tiba pula bisa terang kembali? Sebelum ditemukan jawaban yang ilmiah, manusia hanya bisa menjawab dengan mitos. Yaitu bumi gelap ketika berada dalam genggaman raksasa yang sedang marah, sehingga manusia harus meredakan kemarahannya dengan sesajen.
Kemudian khayalan – khayalan mitos itu berubah menjadi keyakinan yang selanjutnya menjadi pemahaman normatif tentang setiap keberadaan dan kekuatan yang ada didalamnya. Seperti diantara orangtua kita pun pernah menceritakan bahwa anak kecil tidak boleh keluar rumah ketika sore menjelang magrib. Jika si anak melanggar larangan tersebut, maka ia akan dibawa oleh wewe gombel atau kolong wewe. Juga seperti larangan memotong kuku di malamm hari, karena nanti akan diterkam harimau. Dan mitos – mitos lainnya yang berkembang dimasyarakat.[10]
Kegiatan berfikir atau kegiatan kefilsafatan sesungguhnya berupa ‘perenungan’. Perenungan tersebut untuk untuk menyusun suatu bagan yang konseptional, tidak boleh memuat pernyataan – pernyataan yang kontradiktif, hubungan bagian yang satu dengan yang lainnya harus logis, dan harus mampu member penjelasan tentang pandangan dunia. Dengan kata lain, kefilsafatan berarti bagaimana seorang ahli fikir memulai bekerja, proses bekerjanya sampai pada suatu kesimpulan. Adapun sistem kerja filsafat ialah:
1. Analisis
            Pengertian analisis dalam kegiatan filsafat adalah rincian istilah – istilah atau pernyataan – pernyataan dalam bagian – bagiannya sehingga kita dapat melakukan pemeriksaan atas makna yang terkandung. Berikut kami berikan perumpamaan sebagai contoh nyata:
 - Apakah sebuah meja itu sesuatu yang nyata?
             - Apakah impian itu sesuatu yang nyata?
Maksud analisis ialah melakukan pemeriksaan secara konseptional terhadap makna dan istilah yang kita pergunakan dalam pernyataan yang kita buat. Dengan analisis, kita memperoleh makna yang baru dan menguji istilah – istilah dengan berbagai contoh.
2. Sintesis
            Sintesis sebagai upaya mencari kesatuan didalam keragaman. Maksudnya, mengumpulkan suatu pengetahuan yang dapat diperoleh. Karena dalam menyusun sistem pemikiran seorang filosof mendasarkan pemikirannya pada sejumlah besar yang dicari. Lebih banyak keterangan yang diperoleh,  hasilnya akan lebih baik dan lebih akurat.
            Logika adalah ilmu pengetahuan tentang penyimpulan  yang lurus serta menguraikan tentang aturan – aturan ataupun cara – cara mencapai kesimpula dari premis – premis. Logika induksi membicarakan penarikan kesimpulan bukan dari pernyataan yang umum, melainkan dari pernyataan yang khusus. Sedangkan logika deduksi membicarakan cara untuk mencapai suatu kesimpulan dengan terlebih dahulu mengajukan pernyataan mengenai semua dari antara suatu kelompok barang tertentu.
            Metode dalam berfilsafat dilakukan sebagai jalan berfikir dalam bidang keilmuan. Metode dalam bidang filsafat adalah sebagai berikut:
a. Metode kritis
            yaitu dengan menganalisis istilah dan pendapat dengan mengajukan pertanyaan secara terus – menerus sampai pada hakikat yang ditanyakan.
b. Metode intuitif
            yaitu dengan melakukan introspeksi menggunakan simbol – simbol.
c. Metode analisis abstraksi
            yaitu dengan jalan memisahkan atau menganalisis di dalam angan – angan (dalam fikiran) hingga sampai pada hakikat (ditemukannya jawaban).




BAB  V
KESIMPULAN

            Karakteristik filsafat dirumuskan menjadi empat macam, yakni:
1. Skeptisis
2. Komunalisme
3. Disintrestednes
4. Universalisme
            Adapun ciri –ciri filsafat ialah:
1. Bersifat umum
2. Tidak factual
3. Berkaitan dengan nilai
4. Berkaitan dengan arti
5. Implikatif
Adapun sistematika filsafat, ditinjau dari sejarahnya, pemikiran filsafat berawal dari mitologi ataupun mitos. Sebelum filsafat lahir dan berkembang pesat, di Yunani telah berkembang berbagai mitos. Bahkan, filsafat pertama kali dikembangkan melalui jalan mitologis. Mitos – mitos yang berkembang merupakan metode yang dijadikan cara untuk memahami segala sesuatu yang ada. Berbagai pertanyaan atas ketidaktahuan dan rasa penasaran tentang jagad raya dan isinya ini hanya bisa dijawab dengan mitos. Seperti mengapa tiba – tiba bumi bisa gelap, dan tiba – tiba pula bisa terang kembali? Sebelum ditemukan jawaban yang ilmiah, manusia hanya bisa menjawab dengan mitos. Yaitu bumi gelap ketika berada dalam genggaman raksasa yang sedang marah, sehingga manusia harus meredakan kemarahannya dengan sesajen. Kemudian khayalan – khayalan mitos itu berubah menjadi keyakinan yang selanjutnya menjadi pemahaman normatif tentang setiap keberadaan dan kekuatan yang ada didalamnya.


DAFTAR PUSTAKA

Dr. Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum, Penerbit Ciptapustaka Media, Bandung, 2005.
Harry Hamersma, Tokoh – Tokoh Filsafat Barat Modern, Penerbit Gramedia, Jakarta, 1984.
Dick Hartoko, Kamus Populer Filsafat, Rajawali Press, Jakarta, 1986.
C. I. Lewis, Mind and The World Order, Cet. 1929.
Curt John Ducasse, Philosophi as a Science, Cet. 1941.
The Liang Gie, Suatu Konsepsi Kearah Penertiban Bidang Filsafat, Karya Kencana, Yogyakarta, 1997.
Drs. Atang Abdul Hakim M.A. dan Drs. Beni Ahmad Saebani M.Si, Filsafat Umum Dari Metologi sampai Teofilosofi, Penerbit Pustaka Setia, Bandung, 2008.










   TENTANG PENULIS

1. Abdullah Jamaluddin, dilahirkan oleh pasangan suami istri bernama Jamaluddin Al-Batahany dan Misrawaty di kota Medan, 21 tahun silam, tepatnya pada tanggal 9 oktober 1991. Mengawali pendidikannya di TK Dzul Fikar (Medan) selama satu tahun, kemudian melanjutkan ke SD Muhammadiyah 23 (Medan) selama 6 tahun, kemudian melanjutkan kembali ke Pondok Pesantren As-Sunnah (Makassar) selama 3 tahun, dan setelah itu kembali melanjutkan pendidikan secara non formal di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Al-Manar (Medan) selama 2 tahun, kemudian kembali mengikuti pendidikan formal di SMA Cerdas Murni (Medan) selama 3 tahun. Setelah menamatkan SMA, penulis melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Internasional, IAIN-SU sejak tahun 2011 hingga sekarang. Penulis sekarang menetap di Jl. Datuk Kabu Gg. Harapan No.3 Medan. Motto: “Hari ini Harus lebih baik dari hari kemarin, dan Hari esok harus lebih cerah dari hari ini”.

2. Abdul Rahim, lahir di Negeri Lama, Labuhan Batu pada 21 tahun silam, yaitu pada tanggal  6 Oktober 1991. Pendidikan dimulai di SDN Negeri Lama (Labuhan Batu), kemudian melanjutkan ke Pondok Pesantren Darul Arafah (Medan) pada tingkat Tsanawiyah hingga Aliyah. Setelah menamatkan Aliyahnya, penulis melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Internasional, IAIN-SU sejak tahun 2011 hingga sekarang. Penulis sekarang menetap di Jl. Denai Gg. Hasan No. 4 Medan. Motto : “Sesungguhnya Hidayah Allah itu sangatlah mahal dan Berharga, maka dari itu janganlah menyia-nyiakan Hidayah-Nya”.

3. Ahmad Saiful Lubis, lahir di Simpang Gambir, Mandailing Natal 22 tahun silam. Tepatnya pada tanggal 13 Januari 1990. Memulai pendidikannya di Madrasah Ibtida’iyah (MIN) Simpang Gambir (Mandailing Natal), kemudian melanjutkan pendidikannya untuk tingkat Tsanawiyah dan Aliyah di Pondok Pesantren Darul ‘Ulum (Mandailing Natal), Setelah menamatkan Aliyahnya, penulis melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Internasional, IAIN-SU sejak tahun 2011 hingga sekarang. Sekarang penulis menetap di Jl. Letda Sujono Gg. Hasan Basri Medan. Motto: “Berbuatlah dengan Sungguh – sungguh, karena madu tidak akan diperoleh jika tidak ada kesungguhan dalam usaha untuk mencarinya”.


[1] Dalam Islam misalnya, sikap meragukan ajaran agama sangat dilarang, karena bisa menyebabkan orang ragu pada agamanya, bahkan kehulangan agamanya. Lihat Q.S. Al – Baqarah ayat 2.
[2] Dr. Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum, Penerbit Ciptapustaka Media, Bandung, 2005, h. 27.
[3] Harry Hamersma, Tokoh – Tokoh Filsafat Barat Modern, Penerbit Gramedia, Jakarta, 1984, h. 67.
[4] Hasan Bakti, ibid, h. 28.
[5] Dick Hartoko, Kamus Populer Filsafat, Rajawali Press, Jakarta, 1986, h. 32.
[6] C. I. Lewis, Mind and The World Order, Cet. 1929.
[7] Menurut Herbert Spencer, bahwa filsafat masih tepat untuk dipertahankan sebagai nama bagi pengetahuan mengenai generalitas yang tingkatnya paling tinggi. Ini tercakup didalamnya tuhan, alam, dan manusia dalam lingkupnya.
[8] Curt John Ducasse, Philosophi as a Science, Cet. 1941.
[9] The Liang Gie, Suatu Konsepsi Kearah Penertiban Bidang Filsafat, Karya Kencana, Yogyakarta, 1997, h. 67.
[10] Drs. Atang Abdul Hakim M.A. dan Drs. Beni Ahmad Saebani M.Si, Filsafat Umum Dari Metologi sampai Teofilosofi, Penerbit Pustaka Setia, Bandung, 2008, h. 40.

3 komentar:

  1. terimaksih telah membantu tugas saya

    BalasHapus
  2. Tolong dong Berikan Contoh dari masing-masing Karakteristik filsafat tersebut

    BalasHapus
  3. Casino Finder (Android App) - JTG Hub
    With JTG's complete suite of tools and tools, including user-friendly search results and the ability to quickly 충청북도 출장마사지 see 통영 출장안마 the amount of 동해 출장마사지 free spins bonuses 제주 출장안마 up 남양주 출장마사지

    BalasHapus